Kamis, 14 Februari 2013

tugas mata kuliah ilmu politik



HAND OUT O1
MATA KULIAH ILMU POLITIK


ONTOLOGI  ILMU POLITIK

A. Karakteristik Ontologi Ilmu Politik
1.   Pendahuluan
Menurut Deliar Noer (1983:1-5)  ada tiga kelompok orang yang menggunakan kata politik dengan makna yang berbeda. Pertama adalah pejuang pergerakan kemerdekaan. Pada kelompok in, nama HOS Tjokroaminoto, Agus Salim, Soekarno, Hatta, Syahrir, adalah tokoh politik yang ada di jalur pejuang kemerdekaan.  Pelaku politik ini, mampu memain situasi dan struktur kemasyrakatan dan menggerakan masyarakat. Sementara kelompok kedua, yaitu para kolonialis Belanda atau Jepang, yang menjadi lawan politik. Pada  kelompok yang kedua ini, tidak mesti mereka  yang berasal dari negeri Belanda atau Jepang. Orang Indonesia yang sudah terkontaminasi pemikiran dan kebutuhannya oleh pengaruh  Belanda dan atau Jepang pun, dapat di masukkan ke dalam kelompok yang kedua tersebut. Oleh karena itu, kelompok kedua ini, bukan dilihat dari sisi identitas biologis atau admibnistratif, tetapi di lihat dari sisi sikap perjuangannya. Mereka yang mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia di sebut pejuang pergerakan politik Indonesia, sedangkan orang yang berlawanan adalah kelompok penentang perjuangan politik Indonesia. Kedua kelompok ini, termasuk ke dalam pelaku politik aktif, dan bersebrangan kepentingan atau kebutuhan. Sedangkan, kelompok yang ketiga yaitu kelompok yang pasif. Di  jaman penjajahan dulu, Deliar Noer menyebutnya kelompok ini sebagai kelompok orang  yang takut pada politik.  Maka, mereka  lebih banyak  berdiam diri atau tidak terlibat secara praktis.
 Dilihat dari sisi hakikat politik,  kelompok ketiga ini pun pada dasarnya adalah berpolitik. Demikian pula dengan orang yang menyatakan diri tidak mau berpolitik atau  golput dan sejenisnya. Tindakan seperti ini pun, sudah termasuk ke dalam politik. Artinya, dia  sudah memilih alternatif sikap politik untuk tidak berpolitik, atau memililih berpolitik untuk tidak berpihak kepada salah satu pihak yang sedang mengalami konflik politik. itupun, dapat dikategorikan sebagai sikap politik. Dengan kata lain  pula, (a) tidak ada orang yang tidak terlibat politik, dan (b) berpolitik adalah penentuan sikap politik terhadap situasi yang sedang berkembang. Oleh karena itu,  sangat masuk akal jika Aristoteles (Rudy, 1993:1) menyebut manusia sebagai  makhluk politik (zoon politicon atau  man is by nature a political animal).
Varma (1990:3) mengatakan bahwa :
Ilmu politik merupakan salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Meskipun beberapa cabang ilmu pengetahuan yang ada telah mencoba melacak asal-usul keberadaannya hingga zaman Yunani kuno, tetapi hasil yang dicapai tidak segemilang apa yang telah di capai ilmu politik. Sejak sekelompok orang mulai hidup bersama, masalah yang menyangkut pengartian dan pengawasan mulai muncul dan sejak itulah para pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut lingkup serta batasan penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah dengan yang diperintah, serta sistem apa yang paling menjamin adanya pemenuhan kebutuhan akan pengaturan dan pengawasan sebagai konsekuensi adanya kebebasan pemikiran manusia.

Ilmu  politik   ditinjau   sebagai   cabang   dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar  dan  kerangka  yang jelas baru berkembang antara  abad  keenam  belas  sampai dengan abad kedua puluh. Adapun istilah ilmu politik mulai  populer  setelah abad keenam belas sewaktu  Jean Bodin (1530-1596)  seorang filosof Prancis memperkenalkan istilah political  science    (ilmu  politik).  Sedangkan ilmu  politik  ditinjau  dari  segi  yang  luas telah  lahir  jauh  sebelum   berkembangnya   disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya, dan  dapat dikatakan dasar-dasar  keilmuannya   dipelopori  oleh  Aristoteles   (384-322   S.M.) dengan    merintis  pengkajian  ilmu  politik  melalui   pengamatan empiris.
Ilmu  politik  terus  berkembang  pesat   terutama setelah Perang dunia II, hal ini selain  disebabkan  oleh kebutuhan masyarakat yang merasakan perlunya  pengetahuan  akan  politik  dalam   rangka   mengembangkan   kehidupan    materialnya,  juga  dipengaruhi  oleh  semakin   pesatnya    kajian   dan   penelitian   ilmu    politik    diberbagai universitas, ditunjang dengan adanya dukungan  kuat  dari badan internasional (UNESCO)  dalam  mengadakan  berbagai penelitian di bidang politik.
Dalam  perkembangan   selanjutnya   ilmu   politik sebagai ilmu pengetahuan  yang  senantiasa  dihubungkan dengan kekuasaan atau kekuatan  yang menjadi obyek  studinya. Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  perkembangan  tersebut antara lain: faktor demokratisasi dan semakin  berkembang luasnya kebijakan pemerintah serta  kebutuhan  masyarakat yang   meningkat   akan   berbagai   pengetahuan    untuk mempengaruhi kebijakan tersebut.

2.   Pengertian Teori
Teori  adalah  suatu  generalisasi  yang   abstrak mengenai  beberapa  fenomena.   Generalisasi-generalisasi tersebut disusun berdasarkan konsep,  sedangkan  konsep merupakan hasil pemikiran maupun  hasil  pengamatan  atas  dasar    fakta/data.
Dalam menyusun sebuah teori, dibutuhkan adanya sejumlah konsep-konsep yang akan mendukung  teori tersebut.  Sementara konsep itu sendiri adalah representasi dari fenomena politik yang memiliki makna tersendiri. Dengan demikian, sangat jelaslah  bahwa teori politik itu berbeda dengan pemikiran seseorang atau perkataan seseorang. Memang benar, bahwa teori adalah hasil pemikiran seseorang (karya manusia), namun teori tidak sama dengan pemikiran seseorang.
Pembentukan sebuah teori, ada yang berawal dari kumpulan fenomena empirik (empirisme), dan ada yang diturunkan dari pemikiran akal manusia (idealisme).  Dengan sejumlah metodologi disiplin ilmu tertentu, teori itu kemudian diujicobakan. Semakin kokoh dari kritik, maka semakin memungkinkan  sebuah teori untuk  dipertahankan oleh kaum ilmuwan.
Bailusy  (2001:1.4) menyebutkan bahwa sebuah teori memiliki dua cirri.  Pertama,  cirri structural, yaitu cirri yang menunjukkan hubungan antara konsep-konsep teoritik. Kedua, cirri substantif, yaitu isi dari empirik itu sendiri.  Misalnya saja, orang yang sedang mengikuti kegiatan kampanye. Secara empirik orang yang sedang berkampanye itu, mengikuti pertemuan, mendengar orasi politik dan kemudian  (bila memungkinkan) menyatakan sikap.  Rangkaian perilaku tersebut, merupakan rangkaian empiris, dan sikap yang dilakukannya adalah berkaitan dengan partisipasi atau relasi kekuasaan antara konstituen dengan elit politik (hubungan structural).
Dalam ilmu sosial, fungsi teori itu sendiri, bisa  bervariasi. Khusus, berkaitan dengan ilmu politik ini, setidaknya kita menemukan ada sejumlah fungsi teori yang perlu dipahami bersama.
a.              Deskripsi, yaitu teori memberikan penjelasan, gambaran atau analisa terhadap sebuah fenomena politik.  Sebuah teori, memiliki sudut pandang tertentu dalam menjelaskan, menggambarkan  fenomena sosial politik. Oleh karena itu, sebuah teori   memiliki peran deskriptif.
b.             Prediksi, yaitu memberikan penjelasan mengenai sejumlah kemungkinan sosial politik yang bakalan terjadi bila sebuah perilaku politik tertentu terjadi.
c.              Guidance,  yaitu memandu dalam melaksanakan sebuah model atau program rekayasa sosial.  Dalam sebuah teori, terdapat adanya sebuah cirri atau karakteristik yang khas. Oleh karena itu, bagi seseorang yang akan melakukan perubahan sosial dengan paradigma teori tertentu, maka sebuah teori dapat menjadi bimbingan langkah politiknya untuk mencapai tujuan tertentu.
d.             Kritik, yaitu memberikan komentar kritis terhadap sejumlah perilaku politik yang terjadi. Implikasi dari fungsi (c), maka teori pun dapat beralih posisi ke fungsi kritik, atau kontrol terhadap perilaku politik tertentu.  
Berdasarkan pemikiran seperti ini, maka memahami teori politik, bukan hanya menjadi bekal  ilmuwan muda, tetapi juga menjadi bekal bagi praktisi politik dalam membimbing, membina, memprediksi atau mengkriti sebuah fenomena sosial politik  yang  berkembang di masyarakat.
Sedangkan teori    politik     adalah    generalisasi-generalisasi        yang    menerangkan fenomena-fenomena politik. Miriam  Budiardjo  (1992:30) menjelaskan  bahwa teori politik adalah bahasan dan renungan tentang:
a.   tujuan dan kegiatan politik
b.   cara-cara mencapai tujuan tersebut
c.    kemungkinan-kemungkinan dan  kebutuhan-kebutuhan  yang timbul oleh   situasi politik tertentu
d.   kewajiban-kewajiban   yang  diakibatkan  oleh   tujuan politik tersebut.

Selanjutnya ia,  berdasarkan  pendapat  Thomas  P. Jenkin (1967) mengemukakan  bahwa  teori  politik  pada  intinya dapat dibedakan  atas  dua  golongan  besar  yaitu  teori politik  normatif   dan   teori   politik   non-normatif, sekalipun perbedaan antara kedua kelompok tersebut  tidak bersifat mutlak.
1.Teori-teori normatif
Teori yang mempunyai dasar moril dan yang    menentukan       norma-norma politik. Teori ini sering juga     disebut       valuantional  (mengandung  nilai),  karena   memasukan unsur-unsur norma  dan  nilai  dalam  teorinya.  Teori politik yang termasuk golongan teori ini antara lain:
a)  Filsafat Politik
Filsafat   merupakan   proses   pemikiran   dengan menggunakan  rasio  sebagai  sarana  utamanya.  Ukuran hasil pemikran tersebut adalah nilai-nilai asasi  yang berlaku  dalam  masyarakat.  Alasan  utama  penggunaan  filasafat dalam kajian ilmu politik  adalah  kenyataan bahwa  setiap  tindakkan  politik  selalu   melibatkan beberapa nilai politik yang mendasarinya.
Pokok pikiran dari filsafat politik  adalah  bahwa persoalan-persoalan  yang  menyangkut   alam   semesta seperti metaphysikadan epistemologi  harus  dipecahkan terlebih dahulu  sebelum  persoalan-persoalan  politik yang kita alami sehari-hari dapat diatasi. Pada  perkembangannya,  filsafat   politik   telah berkembang menjadi sub disiplin ilmu politik, terutama digunakan dalam  mempelajari  organisasi  politik  dan tingkah laku, hal ini  disebabkan  karena  studi  ilmu       politik  tidak   dapat   mengesampingkan   nilai-nilai       kemanusiaan.  Ilmu  tanpa  filsafat   bukan   membantu manusia, melainkan menjadikan manusia sebagai obyek.
b)   Teori Politik sistematis
Teori ini seperti halnya filsafat politik berusaha menerapkan norma-norma dan nilai-nilai  dalam  praktek politik. Perbedaannya, teori politik sistematis  tidak menjelaskan  asal   usul   atau   cara-cara   lahirnya nilai-nilai  atau  norma-norma  tersebut.  Jadi  teori politik   sistematis   dapat merupakan    kelanjutan dari filsafat politik.
c)    Ideologi Politik
Ideologi adalah kumpulan gagasan logis, mengandung prinsip-prinsip   atau   nilai-nilai   yang   dimiliki seseorang atau sekelompok orang sebagai landasan dalam menentukan sikap dan perilakunya.
Ideologi merupakan  suatu  pedoman  untuk  memilih kebijakan dan perilaku politik, serta dapat memberikan cara-cara kepada  mereka  yang  menginginkannya  serta       kepada  yang  yakin   akan   keberadaan   dan   tujuan  tindakannya.  Dasar dari   ideologi   politik   adalah keyakinan akan adanya suatu pola  tata  tertib  sosial politik yang ideal.
2.   Teori-teori yang a-normatif
Teori ini menggambarkan dan membahas berbagai fenomena dan  fakta-fakta  politik  dengan  tidak  mepersoalkan norma-norma dan nilai-nilai yang  berlaku.  Teori  ini dinamakan   non-valuantional.   Teori   ini biasanya bersifat deskriftip-komparatif (menggambarkan dan/atau membandingkan).   Dia    berusaha    untuk    membahas fakta-fakta kehidupan politik sedemikian rupa sehingga dapat  disitematiskan  dan  disimpulkan  dalam  bentuk generalisasi.


3.          Pengertian Politik dan Ilmu Politik

Para pakar (Rudy, 1993:1) menyebut ilmu politik  sebagai ratunya ilmu-ilmu sosial (the queen of the social science) diantara ilmu-ilmu sosial kemasyrakatan.  Hal demikian, ada dua alasan yang bisa dikemukakan. Pertama, ilmu politik di anggap dan diposisikan sebagai ilmu yang tertua. Kedua, ilmu politik mengkaji masalah yang paling hakiki dalam kehidupan masyarakat manusia. Misalnya saja, dalam kehidupan manusia, mulai awal sejarah peradaban manusia sampai sekarang, tidak bisa dilepaskan dari upaya perjuangan mempertahankan hidup (struggle for life), atau perjuangan untuk meraih kekuasaan (struggle for power). Kedua gejala tersebut di atas, merupakan gejala sosial yang dijadikan sebagai bagian dari objek kajian ilmu politik. Dengan demikian, masuk akal jika ilmu politik dikatakan sebagai ratunya ilmu di lingkungan ilmu sosial lainnya.
Kendatipun ilmu politik merupakan ilmu yang tertua dan membicarakan masalah hakiki kehidupan manusia, namun banyak pihak yang tidak paham terhadap makna ilmu politik itu sendiri.  Membicarakan masalah  politik, mirip dengan membicarakan masalah cuaca, yaitu sesuatu hal yang sering dibicarakan orang, namun tidak gampang dimengerti substansi permasalahannya (every body talks about the wheater, but no body does anything about it). Kaitannya dengan masalah politik Mark Twin  (Rudy, 1993:7) mengatakan everybody knows about politics, but nobody understand it).  Maka tidak mengherankan, jika banyak orang menggunakan dan meneriakkan reformasi, tetapi tidak mengerti apa yang dimaksud dengan reformasi. Demikian selanjutnya.
Oleh karena itu, sebelum membahas ilmu politik lebih lanjut, terlebih dahulu kita tinjau istilah politik itu sendiri. Istilah  politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polistaia. Polis berarti negara kota, yakni suatu masyarakat yang mampu  mengurus diri sendiri atau mandiri, sedangkan taia berarti urusan.  Jadi politik dapat diartikan segala urusan yang berkenaan dengan negara, termasuk di   dalamnya kekuasaan, pengambilan keputusan,  kebijakan  maupun  pembagian  dan pengalokasian  nilai-nilai dalam masyarakat yang bersangkutan.
Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahwa dalam penggunaan  sehari-hari   istilah   politik sering mempunyai arti yang berbeda-beda.  Hal demikian, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kontejs penggunaan, maupun unsure kepentingan para pengguna itu sendiri.  Kendatipun demikian,  dalam konteks keilmuan, perbedaan penggunaan konsep politik ini, dapat dikategorisasikan sebagai berikut :
a.             Politik dalam arti kepentingan
Manusia memiliki kebutuhan atau keinginan. Dengan berbagai tindakan dan perilakunya, manusia kerap melakukan upaya-upaya untuk mendapatkan kebutuhan atau keinginnya.  Menurut Deliar Noer (1983:21) keinginan itu bisa terwujud dalam bentuk yang lebih keras, yaitu kepentingan.  Masalah kepentingan ini, sudah dengan konsepsi hak sebagaimana di kenal dalam  konsep politik demokrasi.
Misalkan ada sebuah kasua, si A memiliki sebidang tanah. Kemudian, datang aparatur pemerintah untuk mengambil lokasi tanah  tempat berdirinya rumah si A tersebut. Aparat  pemerintah tersebut mengatakan, daerah tersebut akan dibuat sebuah jembatan laying yang akan menjadi kepentingan bersama. Maka, tanah lokasi tempat berdirinya rumah si A akan diambilalih oleh pemerintah. Bila memungkinkan akan dilakukan melalui ganti rugi, dan jika tidak mau, atas nama “kepentingan negara dan kepentingan umum” si aparat tersebut akan  menggunakan kekuasaan dan kekuarannya  untuk memaksa si A tersebut.
Dalam kasus tersebut, terdapat sejumlah konsep dasar yang erat kaitannya dengan ilmu politik. Diantaranya, kekuasaan, kekerasan, paksaan, hubungan antara rakyat dan pemerintah. Dan hal yang relevan pembicaraannya dengan konteks ini adalah adanya relasi kepentingan atau perbedaan kepentingan antara rakyat dan pemerintah. Si A memiliki kepentingan untuk mempertahankan haknya (tanah dan rumah), sedangkan si aparatur pemerintah memiliki kepentingan untuk melancarkan program pembangunan yang dicanangkan oleh atasannya.  Hak yang melekat pada pelaku politik itulah itu yang merupakan kristal dari kebutuhan, keinginan atau kepentingan seseorang. Dan ilmu politik, tidak bisa dilepaskan dari masalah kepentingan tersebut di atas.
Secara umum, setiap manusia  pernah  dan selalu membutuhkan sesuatu, baik untuk  kepentingan  diri kita sendiri, keluarga,  masyarakat  atau  yang  lainnya.   Sejalan dengan kebutuhan ini,  semua kebutuhan  tersebut  tidak akan terpenuhi apabila tidak  ada  cara  dan alat-alat yang digunakan untuk  mencapai  tujuan  yang diharapkan.  Proses  penentuan  cara  dan   alat-alat yang akan  digunakan  serta  tujuan  yang  ingin  dicapai sebenarnya sudah  merupakan  bagian  dari  politik,  oleh karena itu benar apa yang  dikatakan  Ariestoteles  bahwa sebenarnya manusia adalah binatang politik (zoon politicon).
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, dapat dirumuskan sejumlah pemikiran dasar yang dapat dijadikan penjelasan terhadap masalah definisi politik ini :
·      Politik  adalah ilmu yang menjelaskan tentang kepentingan, baik dalam konteks individu maupun kelompok.
·      Politik adalah ilmu yang mempelajarai tentang cara meraih, merebut atau mempertahankan kepentingan.
·      Politik adalah ilmu yang mempelajari tentang lembaga perjuangan penegakkan kepentingan baik yang digunakan oleh perorangan maupun kelompok.  Tidak mengherankan, jika Marxis mengatakan bahwa negara adalah lembaga kepentingan kaum borjuis, dan adanya negara, hanya melanggenggkan kekuasaan kaum kapitalis belaka.
Berdasarkan kajian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan  sebuah prinsip dasar bahwa “tidak mungkin ada perjuangan politik yang tanpa unsure kepentingan dari si pelakunya” atau “tidak ada politic zonder interest”. Tidak mengherankan jika Harrold D. Laswell  (Masdar, 1999: 8) bahwa  politik adalah siapa mendapatkan apa, kapan, dan dengan menggunakan cara bagaimana ?  Setiap tindakan politik akan bermuatan  kepentingan, apapaun bentuk kepentingan dan siapapun pemilik kepentingan tersebut di atas.  Dan dengan demikian pula, dapat dilanjutkan bahwa masalah politik adalah masalah perjuangan kepentingan, penyelarasan kepentingan, interaksi kepentingan,  konflik kepentingan dan konsolidasi kepentingan.
b.     Politik dalam arti kebijakan
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa (a) masalah politik tidak bisa dilepaskan dari konteks kemasyarakatan, (b) interaksi antar kepentingan, dan (c) upaya untuk perjuangan kepentingan. Maka salah satu perkembangan ilmu politik itu, adalah adanya penguatan makna politik sebagai sebuah kebijakan. Artinya, politik bukan diartikan sebagai satu perjuangan kepentingan atau usaha mempertahankan kepentingan, tetapi erat kaitannya dengan ‘bagaimana membangun sebuah regulasi atau mekanisme pengelolaan kepentingan publik dengan cara yang dapat diterima oleh semua pihak”. Kendatipun agak sulit adanya sebuah mekanisme yang mampu menampung secara adil bagi semua pihak, tetapi diharapkan dengan adanya mekanisme ini ada sebuah aturan main (rule of game) dalam  memperjuangkan kepentingan tersebut.
Diantara ilmuwan yang menyatakan pengertian politik dari sisi kebijakan adalah  David  Easton   dalam bukunya  The   Political   System  mengungkapkan:            ‘Political science is the study of  the making of public policy”. Karl W. Deutsch (1970:5) dalam  bukunya  Politics  and Government   mengungkapkan: “Politics is the making of  decisionsby public means”.
Pemaknaan terhadap makna politik ini, merupakan sebuah perkembangan yang positif. Karena secara tidak langsung, politik bukan hanya diartikan dari sisi individu atau subjektif (kepentingan) tetapi juga dari sisi kepentingan umum atau kolektif yaitu mekansime pengaturan kepentingan itu sendiri. Dalam konteks yang terakhir itulah, maka politik di maknai sebagai sebuah ilmu yang mempelajari mengenai kebijakan publik. 
Politik sebagai sebuah kebijakan memberikan  penjelasan bahwa :
·           Setiap individu atau kelompok kepentingan, tidah hanya dihadapkan pada satu kepentingan. Setiap  pelaku politik, kerkap dihadapkan pada berbagai kepentingan. Dimana kepentingan tersebut, bukan hanya sebuah kepentingan yang mampu saling berdampingan atau saling menunjang, tetapi  mungkin bersifat bersebrangan.
·           Pada kondisi yang dihadapkan  terhadap lebih dari satu kepentingan, atau satu alternatif kepentingan, maka si pelaku politik dituntut untuk melakukan pengambilan keputusan untuk memilihnya. Pilihan politiknya itulah yang kemudian menjadi kebijakan dirinya dalam merespon realitas politik. Setiap  orang  atau  sekelompok  orang  (kelompok, masyarakat, negara,  dan  sebagainya)  sering  dihadapkan pada suatu  masalah  tertentu  yang  memerlukan  berbagai pertimbangan-pertimbangan untuk memecahkan masalah-masalah     tersebut.     Penentuan      berbagai    pertimbangan-pertimbangan  untuk  menentukan   alternatif    yang   terbaik   guna    mencapai   suatu   tujuan   atau keadaan yang kita kehendaki tersebut sebenarnya merupakan proses kebijakan yang sekaligus merupakan bidang politik.
·           Jika dilihat dari sisi pemerintah, kebijakan itu disebut sebagai sebuah kebijakan publik. Dan bila dilihat dari sisi individu, disebut sebagai sebuah sikap  politik.
Ini berarti politik dalam  arti  kebijakan  berarti suatu penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap  dapat  menjamin  terlaksananya   suatu   usaha, cita-cita atau keinginan serta keadaan yang  dikehendaki, baik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang.
Dalam  perkembangan   selanjutnya   ilmu   politik berkembang menjadi suatu disipin ilmu pengetahuan sebagai bagian  dari  ilmu-ilmu  sosial.  Ilmu  politik  di  sini    merupakan  ilmu  pengetahuan  yang  mempelajari   negara ( struktur   dan   lembaganya),    kekuasaan,    pengambilan    keputusan,   kebijakan,   pembagian   dan   pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat.
Implikasi yang lebih lanjut, dari adanya perbedaan definisi ilmu politik ini, adalah (a) terjadinya sejumlah pengembangan makna dari politik, dan (b) luas cakupan ilmu politik atau  objek kajian politik yang semkain berkembang. Pada satu sisi, gejala serupa ini merupakan sebuah dinamika dan perkembangan yang menggembirakan mengenai sebuah disiplin ilmu. Namun pada sisi lain, dapat melahirkan adanya ambiguitas makna dan objek kajian ilmu politik. Untuk  kepentingan penegasan  politik sebagai sebuah disiplin ilmu, maka dibutuhkan  upaya-upaya sistematik, untuk merinci ulang mengenai definisi atau sasaran ilmu politik.  Berdasarkan  hasil kajian Isjwara (1982:38-64)   terhadap berbagai definisi ilmu politik yang ada  dalam literatiur akademik, menemukan ada tiga cara pendefinisian ilmu  politik.  Ketiga perspektif pendefinisian ini, secara akademik bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya,  namun tidak dapat dipisahkan secara empirik. Artinya, kendatipun  dalam kerangka teroritik bisa diddefinitifkan secara distinc (tegas berbeda),  namun dalam realitas politiknya, sangat sulit untuk dipisah-pisahkan, karena antara satu dengan yang lainnya, terjadi saling berkaitan.

1.        Pendefinisian secara institusional
Konsep institusional yang dimaksudkan di sini, yaitu kelembagaan. Dengan kata lain, terdapat sejumlah ilmuwan politik yang mendefinisikan ilmu politik sebagai  ilmu  yang mempelajari lembaga-lembaga politik, seperti negara, pemerintah,  Dewan  Perwakilan Rakyat  dan  sebagainya   berdasarkan   struktur   dan dokumen-dokumen  resmi  tentang  lembaga-lembaga  yang bersangkutan.
Dillon, Leiden dan Stewart (Gie, 1981:13)  mengatakan bahwa ilmu politik adalah ‘the scientific study of the organization of the state and its government and the political activity of  its citizens’.  Dalam pandangan ini, ilmu politik lebih ditekankan pada studi mengenai organisasi kenegaraan dan pemerintahannya, termasuk di dalamnya adalah aktivitas warga negaranya itu sendiri. Kogekar (Gie, 1981:12)  mengatakan politik adalah ‘a study of the organization of society in its widest sense, including all organization the family, the trade union and the state, with special reference ist one aspect of human behavior, the exercise of control and the rendering of obedience’.
            Dari  contoh  pendefinisian ilmu politik tersebut, terang sudah bagi kita bahwa ilmu politik, adalah  ilmu  yang mempelajarai bentuk negara, struktur organisasi kenegeraan, alat-alat negara atau perangkat kenegaraan dalam menjalan roda pemerintahan guna mencapai tujuan kenegaraan itu sendiri.  dalam batasan tertentu, pada sisi inilah, definisi ilmu politik bersinggungan erat dengan ilmu negara atau ilmu tata negara.
            Perbedaan definisi ketiga ilmu tersebut adalah pada titik tekan kajian. Ilmu negara, merupakan ilmu yang bersifat general dan abstrak di dalam mempelajari sebuah negara, misalnya hakikat negara, tujuan  negara dan sejarah terbentuk negara. sedangkan ilmu tata negara, adalah ilmu negara yang lebih spesifik, terfokus pada sebuah sistem ketatanegaraan sebuah negara. Dalam ilmu tata negara ini,  dipelajari sebuah susunan keorganisasian.  Sementara pada konteks aktivitas pelaksanaan fungsi keorganisasian dari alat-alat negara itu, lebih banyak dikaji oleh politik. Sehingga tidak menggerankan, jika Laski (1961:1), pada bagian awal kajiannya di buku “An Introduction to Politics’, mengkaji masalah negara.
Pandangan lain, yang sejalan dengan pemikiran ini, yaitu Roger F. Soltau  dalam  bukunya  Introduction  to Politics menyatakan:  ‘Political  science  is  the study of the state, its aims and  purposes...  the institutions  by  which  these  are  going  to  be realized,   its relations  with its   individual members and other states’.  J. Barent mengungkapkan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari   kehidupan  negara, yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Ilmu Politik mempelajari negara-negara itu melaksanakan tugas-tugasnya’,

2.        Pendefinisian secara fungsional
Terhadap definisi yang bersifat institusional ini, tidak memberikan sebuah kegairahan akademik  ilmu politik. Sejumlah pandangan dan kritik  terhadap pendefinisian institusional itu terus berkembang. Mereka memandang bahwa definisi secara institusional, tampak pasif dan formalistic.
Sebagai reaksi terhadap definisian politik secara fungsional ini, memunculkan ilmuwan politik yang menggunakan konteks fungsi dan aktivitas politik yang dinamis sebagai cirri khas dari kajian ilmu politik  Pendefinisian ini didasari suatu asumsi bahwa lembaga-lembaga politik merupakan sesuatu yang  dinamis  yang  tidak   luput   dari   pengawasan faktor-faktor non  yuridis. 
Dalam real politics,  kelompok-kelompok berkepentingan (pressure group)  adalah kelompok yang turut menumbuhkembangkan dinamika politik.  Oleh karena itu pula, aktivitas  lobbying, tekanan politik, pendapat umum atau opini, merupakan bagian dari ilmu politik itu sendiri.  Jacobean dan Lipman (1981:7) memberikan keterangan bahwa politik adalah “sciences of the state. It deals with (a) the relations of individual t one another insofar as the state regulates them by law; (2) the relations of individuals or group of individual to the state; (3)  the relations of the state of state”. Definisi ini sangat tegas,  ilmu politik itu berkaitan erat dengan aktivitas politik itu sendiri, baik dalam konteks interaksi antar individu, antara individu dengan negara, maupun aktivitas antara negara dengan negara. salah satu diantara hubungan antara individu dengan negara, adalah pelaksanaan pemilihan umum. 
Pemilihan umum, bukan merupakan sebuah alat atau organisasi negara.  Pemilu adalah  aktivitas politik, atau fungsi dari sebuah sistem sosial demokrasi. Namun demikian, Pemilu sudah pasti sangat jelas identitas kepolitisannya. Jika menggunakan definisi institusional, maka masalah pemilu ini tidak akan dapat dijelaskan dengan baik. Oleh karena itu, pemilu sebagai sebuah aktivitas politik, hanya bisa dijelaskan melalui pendekatan fungsional dari ilmu politik itu sendiri.

3.     Pendefinisian menurut hakikat politik itu sendiri.
Para sarjana ilmu politik pada umumnya  sependapat bahwa hakekat politik adalah kekuasaan (Goodin dan Klingemann, 1989:7-8). Dalam konteks ini, Goodin dan Klingemann mengatakan bahwa ‘politics might best be characterized as the constrained use of social power’. Proses politik adalah serentetan peristiwa  yang  berhubungan  dengan       kekuasaan.   Politik   merupakan   perjuangan    untuk  memperoleh   kekuasaan,   teknik   untuk   menjalankan kekuasaan, masalah pelaksanaan dan kontrol  kekuasaan, atau pembentukan dan penggunaan kekuasaan.
Dalam konteks ini, salah satu definisi dikemukakan oleh Delair Noer (1965:15) yang mengatakan bahwa, secara definitif  dikatakan bahwa ilmu politik memusatkan perhatiannya pada masalah kekuasaaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Pemikiran ini  sejalan dengan pandangan Iwa Kusumasumantri, (1966:7) yang berpendapat bahwa ilmu politik ialah ilmu yang memberikan pengetahuan tentang segala sesuatu kearah usaha penguasaan negara dan alat-alatnya atau untuk mempertahankan kedudukan/penguasaannya atau negara dan alat-alatnya itu, dan/atau untuk melaksanakan hubungan-hubungan tertentu dengan negara-negara lain atau rakyatnya. Valkenburg (1968:5-9) dalam bukunya Inleiding tot de Politicologie: Problemen  van  Maatschappij  en  Macht, mengemukakan bahwa politik pada hakekatnya  tiada  lain merupakan pertarungan untuk kekuasaan.
Jadi menurut pendefinisian hakekat kekuasaan, ilmu politik  adalah ilmu tentang kekuasaan, karena hakekat politik  itu sendiri adalah tentang kekuasan. Hal ini didasari oleh suatu  kesadaran  bahwa  faktor  kekuasaan   mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sosial.
Pendefinisian   ilmu   politik   menurut   hakikat kekuasaan dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu 
(1)  Pendekatan  Postulation,   dengan   tokohnya   Catlin.  Menurut pendekatan ini ilmu politik adalah  ilmu  yang meneliti manusia yang  berusaha  memperoleh  kekuasaan sebagaimana ekonomi meneliti  manusia  dalam  usahanya memperoleh  kemakmuran. 
(2)  Pendekatan   Psikologis, dengan tokohnya oleh  Laswell  dan  Schumman.  Menurut pendekatan ini ilmu politik adalah ilmu yang  meneliti latar belakang psikologis tentang kehausan  kekuasaan, motivasi memperoleh  dan  menggunakan  kekuasaan. 
(3)  Pendekatan Sosologis, dengan tokohnya Charles  Merriam dan Lord  Russel.  Pendekatan  Sosiologis  menganalisa kekuasaan sebagai gejala sosial, di mana kekuasaan itu berlaku atau digunakan sebagai alat untuk  menjelaskan keadaan masyarakat. 
Berdasarkan kajian tersbut di atas, dapat dikemukakan bahwa ilmu politik terkait erat dengan dua wilayah yang sangat luas. Satu sisi berkaitan erat dengan fenomena ebjektif, misalnya struktur negara  dan variasi alat-alat negara.  Namun pada sisi yang lainnya, terkait erat dengan masalah subjektif, misalnya saja kekuasaan, kepentingan dan aspirasi. Kedua hal tersebut, merupakan sebuah kajian keilmuan yang sangat luas dan memberikan harapan terhadap pemantapan ilmu politik sebagai disiplin ilmu yang matang, baik dalam konteks objek material keilmuan, maupun objek formal keilmuan. Artinya, ilmu politik menjadi ilmu yang matang dalam  metodologi dan sasaran kajian itu sendiri.
Sebagai perbandingan, dapat dikemukakan kategorisasi yang dikemukakan oleh Teuku Rudy (1992:9). Dalam menjelaskan bidang kajian dan sasaran ilmu politik, Teuku Rudy menyebutkan ada 5 bidang kajian ilmu politik.
a.       Ilmu politik  adalah ilmu yang mempelajari hal ihwal Negara. Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah : 
Ilmu politik  adalah ‘ the science which is concerned with the state in its conditions, in its essential nature, its various form or manifestation (and) its development’. (Blunctshil, 1921.)

Ilmu politik adalah ‘is correctly designed the science of State” : Objectively gathering and classifying fact about the State is the main purpose of the branch of learning’. (Jacobsen and Lipman, 1939).

b.      Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari (negara dan) pemerintahan.  Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah :
Ilmu politik adalah, ‘the study of the formation, form, and processes of the states and government’ (White, 1947).

c.       Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari gejala kekuasaan. Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah :
Ilmu politik adalah, ‘the science of political power and political purpose in their interaction and interdependence’ (Felctheim, 1952).

Ilmu politik ditempatkan ‘ as one of the police science- that which study indulgency and power as instruments of such integrations’ dan bahwa ‘ political science is concerned with power in general with all the form in which is accurse’. (Klaswell dan Abraham Kaplan, 1961).

Harold D. Laswell dan  A.  Kaplan   dalam   bukunya  Power and Society berpendapat bahwa bahwa:  Ilmu  politik adalah ilmu yang  mempelajari  pembentukan dan  pembagian  kekuasaan’, 

d.      Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kelembagaan masyarakat. Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah :
Politics therefore is different from economics in being concerned with the organization of society for the purpose if obtaining a life which is fine in quality’ (Burn dalam Gie, 1978 : 12)

Peter Von Oertzen (1965:107) dalam bukunya Uberlegungen zur Stellung der politik under den Sozialwissenschaften      mengemukakan  bahwa  politik   adalah   tindakan   yang      dijalankan  menurut  suatu   rencana   tertentu,   yang terorganisir dan terarah  yang  secara  tekun  berusaha menghasilkan,  mempertahankan  atau   merubah   susunan masyarakat.

e.       Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kegiatan politik.  Negara. Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah :
Viewed some what more broadly, (political Science) also includes ‘political’ (power seeking) behavior in or by group, organization and institution which are more or less distinct from the state but which seek to influence public policy an d the direction of social change’. (Anderson,  Christol, 1957).

Talcott  Parsons   (1966:71-72)   dalam   bukunya   The Political  Aspect  of  Social  Structure  and   Process mengemukakan bahwa  politik  adalah  aspek  dari  semua perbuatan yang berkenaan  dengan  usaha  kolektif  bagi tujuan-tujuan kolektif.

            Dengan menggunakan klasifikasi hal tersebut, maka dimungkinkan terjadi pula perbedaan klasifikasi antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya. Hal demikian, merupakan tradisi yang sehat bagi perkembangan ilmu politik.


TUGAS DAN LATIHAN



  1. Kumpulkan sejumlah definisi ilmu politik dari berbagai pendapat ilmuwan politik, atau  referensi  lainnya yang relevan.
  2. Klasifikasi ulang oleh Anda, berdasarkan ketiga kategori tersebut di atas.
  3. Bila memungkinkan, dan Anda memiliki model penggolongan yang berbeda, silakan lakukan sendiri, dan kelompok-kelompokkan definisi tersebut, sehingga Anda memiliki kejelasan dan kejernihan katgeori ilmu politik itu sendiri.
  4. Jelaskan perbedaan antara definsi yang satu dengan yang lainnya, sehingga Anda menemukan kejelasan perbedaan, dan focusing dari setiap definisi ilmu politik tersebut ?
 
 















GLOSARIUM

Deskripsi (fungsi teori), yaitu teori memberikan penjelasan, gambaran atau analisa terhadap sebuah fenomena politik. 

Guidance (fungsi teori),  yaitu memandu dalam melaksanakan sebuah model atau program rekayasa sosial.  Dalam sebuah teori, terdapat adanya sebuah cirri atau karakteristik yang khas.

Kebijakan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dibuat  oleh seseorang atau sekelompok orang dalam menentukan tujuan, serta  sarana  dan  metode  yang  akan  digunakan  untuk mencapai tujuan  tersebut

Kepentingan adalah usaha, upaya atau strategi dalam mewujudkan keinginan atau kebutuhan

Kritik (fungsi teori), yaitu memberikan komentar kritis terhadap sejumlah perilaku politik yang terjadi.

Polis berarti negara kota, yakni suatu masyarakat yang  mampu  mengurus diri sendiri atau mandiri, sedangkan taia berarti urusan. 

Prediksi (fungsi teori), yaitu memberikan penjelasan mengenai sejumlah kemungkinan sosial politik yang bakalan terjadi bila sebuah perilaku politik tertentu terjadi.

Structural (ciri teori politik), yaitu cirri yang menunjukkan hubungan antara konsep-konsep teoritik.

Substantif (cirri teori politik), yaitu isi dari empirik itu sendiri.   Misalnya praktek pemilihan umum, praktek demontrasi sebagai wujud partisipasi politik

Teori politik, menurut Mirriam Budiardjo (1992:30) merupakan bahasan dan generalisasi terhadap fenomena yang bersifat politis.

Zoon politicon  (makhluk politik)  adalah istilah Aristoteles, yang diartikan sebagai  man is by nature a political animal.




DAFTAR PUSTAKA

Hoogerwerf, A.  1985.   Politikologi, Pengertian dan  Problem- problemnya,  Jakarta : Erlangga
Rodee, CC. 1983 Introduction to Political Sciense. McGrawhill
Noer,  Deliar. 1983. Pengantar Ke  Pemikiran  Politik, Jakarta : CV. Rajawali
Isjwara,  F.  1982.  Pengantar  Ilmu  Politik, Bandung : Bina Cipta
Budiardjo, Miriam.  1983.  Pengantar   Ilmu Politik, Gramedia : Jakarta
Flechteim, Ossip K. 1952.  Fundamental  of  Political Science, New York : Ronal Press. Co.
Robson, W.A. 1954. The University Teaching of  Social Science:     Political Science, Leiden: UNESCO
Varma, S.P.  1990. Modern Political Theory. (diterjemahkan oleh Y. Kristiarto dkk),  Jakarta: Rajawali
Bailusy, M. Kausar. 2001. Teori Politik. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. 2001. Jakarta.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar