KEPEMIMPINAN ORGANISASI MASA DEPAN
KONSEP DAN STRATEGI KEEFEKTIFAN*)
KONSEP DAN STRATEGI KEEFEKTIFAN*)
Nursya’bani Purnama
Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Abstract
Future organization will face business
environment changes that demand organization to build new competence. Leadership becomes a critical
factor that must be possessed by future organization leaders. To sustain organization’s success, future
organization leaders have to formulate the precise and clear vision and
communicate the vision through all organization elements. The prominent
competence possessed by future organization leaders involves strategic thinking ability,
leadership in change and skill developing a good relationship.
In addition to there
are special skills concering difficult learning, maximing energy, resonant
simplicity, multiple focus, and mastering inner sense.
Key words: Kepemimpinan, Kompetensi, Strategi Keefektifan
PENDAHULUAN
Tanpa memperhatikan industri, ukuran atau lokasi, memasuki
abad 21, organisasi bisnis dihadapkan pada berbagai tantangan bisnis yang kritis dan secara kolektif
tantangan-tantangan tersebut menuntut organisasi membangun kemampuan baru. Tantangan yang paling
kompetitif adalah penyesuaian
kepada perubahan yang tiada henti-hentinya. Faktor-faktor lingkungan bisnis yang terus mengalami
perubahan, menjadikan masa depan bisnis semakin tidak
pasti dan mengalami turbulansi. Perubahan-perubahan
yang terjadi menuntut organisasi untuk membangun kemampuan baru.
Organisasi harus selalu dalam kondisi transformasi yang tidak pernah berakhir,
bersifat fundamental, dan kontinyu.
Mendasarkan
pada gambaran di atas, kepemimpinan yang efektif menjadi faktor kritis yang sangat menentukan keberhasilan organisasi. Untuk
mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, organisasi membutuhkan pemimpin dan kepemimpinan yang cocok
dengan karakteristik organisasi masa
depan. Pertanyaannya, kepemimpinan yang bagaimana yang harus dimiliki
yang bisa membawa organisasi mencapai tujuannya? Untuk menjawab hal itu, tulisan ini akan mencoba mencari dan menelusuri
*) Pernah
diterbitkan pada Jurnal Siasat Bisnis edisi No. 5 Vol. 1, 2000
jawaban,
serta menyodorkan karakteristik kepemimpinan yang efektif organisasi masa
depan. Pembahasan berturut-turut meliputi teori kepemimpinan, karakteristik
kepemimpinan yang efektif, pendekatan peningkatan keefektifan kepemimpinan, dan disertai model diagnosis perilaku
organisasi yang mendukung kepemimpinan yang efektif.
TEORI KEPEMIMPINAN
Teori Kepemimpinan
Beberapa teori kepemimpinan telah dikemukakan oleh para ahli. Menurut Robbin (1996) terdapat tiga pendekatan
teori kepemimpinan, yaitu: 1) pendekatan teori sifat, 2) pendekatan teori
perilaku, dan 3) pendekatan teori
kontinjensi. Menurut teori sifat, pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Para pemimpin memiliki pembawaan sejak lahir yang
memungkinkan mereka memimpin orang
lain. Teori perilaku menyatakan bahwa isu utama dalam kepemimpinan
adalah menjadikan pemimpin efektif atau gaya kepemimpinan terbaik. Keefektifan
pemimpin menggunakan gaya khusus untuk
memimpin perorangan dan kelompok dalam mencapai tujuan tertentu akan
menghaisilkan moral dan produktivitas yang tinggi. Sedangkan teori kontinjensi menyatakan bahwa keefektifan
personalitas, gaya, atau perilaku pemimpin tergantung pada sejauhmana
pemimpin mampu menyesuaikan dengan situasi
yang dihadapi. Beberapa pendekatan yang lebih mutakhir antara lain teori kepemimpinan karismatik (Housse:
1977, Conger dan Kanungo: 1988),
kepemimpinan transaksional-transformasional (Burn: 1978, Bass: 1985,
Seltzer dan Bass: 1990, Bass dan Avolio: 1993), dan kepemimpinan visioner
(Nanus:1 992).
Menjadi pemimpin tidak bisa terjadi
seketika, tetapi membutuhkan perjalanan
yang tidak singkat. Bennis dalam Hitt (1993), memberikan pandangan secara umum tentang kepemimpinan. Dia
mengatakan bahwa proses menjadi pemimpin identik dengan proses menjadi
manusia seutuhnya. Jalur yang harus ditempuh pemimpin sebagai orang yang
berfungsi sepenuhnya melalui sejumlah kebijaksanaan berikut:
1)
Kepemimpinan pada umumnya didefinisikan
sebagai suatu pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang sehingga mereka
akan bertindak secara sukarela menuju pencapaian tujuan kelompok.
2)
Pengaruh ini
ditimbulkan melalui hubungan pribadi yang efektif antara pemimpin dan pengikut. Hubungan ini akan mendongkrak pengikut
menjadi pribadi yang lebih baik.
3)
Bagi
seorang pemimpin agar dapat menyelaraskan pengikut menjadi pribadi yang lebih
baik, pemimpin harus berada pada “level keadaan yang lebih baik” dari
pengikutnya.
4)
Dengan level kedaan yang lebih baik
berarti pemimpin memiliki kematangan secara psikologis. Derajat kemampuan
pemimpin menciptakan hubungan yang mendorong
pertumbuhan pengikut sebagai pribadi yang terpisah merupakan ukuran
pertumbuhan psikologis.
5)
Pemimpin yang matang kepribadiannya adalah orang yang berfungsi sepenuhnya. Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah
orang yang menggunakan semua kemampuan yang telah dibentuk menjadi suatu
kesatuan.
Untuk menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya, menurut
paradigma kepemimpinan, setiap
manusia memiliki potensi untuk mendaki empat tingkatan
potensi manusia, yaitu:
1)
Empirical
existence (eksistensi empiris)
Hidup
dalam dunia sehari-hari, mencari kesenangan dan menghindari kesedihan. Pada tingkatan ini seseorang akan mampu
menciptakan peta untuk mengatasi persoalan kehidupan sehari-hari.
2)
Consciousness
at large (kesadaran yang luas)
Memperoleh pengetahuan obyektif, pengetahuan yang valid
dan universal. Pada tingkatan
ini seseorang bisa menciptakan peta pengetahuan
obyektif, valid, dan universal.
3)
Spirit (semangat)
Mengidentifikasi gagasan-gagasan yang
menonjol dalam gerakangerakan, partai politik, lembaga-lembaga atau
organisasi. Pada tingkatan ini seseorang
akan mampu menciptakan peta untuk memandu mengidentifikasi gagasan dan
keyakinan.
4)
Existenz (eksistensi)
Menemukan jatidiri secara otentik. Pada tingkatan ini
seseorang akan sadar bahwa dia
memiliki kebebasan untuk menciptakan peta diri sendiri.
Kompetensi Kepemimpinan
Untuk menjadi pemimpin atau disebut menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya, seorang pemimpin harus melewati 4 tingkatan
seperti disinggung di atas (eksistensi
empiris, kesadaran yang luas, semangat, dan eksistensi). Tingkatan tersebut bersifat hirarkis, setiap tingkatan yang
lebih tinggi mencakup dan memberi arahan tingkatan-tingkatan sebelumnya.
Pemimpin yang efektif akan selalu berusaha mengembangkan diri dan
bergerak mendaki tangga hirarki. Pemimpin tidak punya
batas untuk mendaki puncak.
Untuk
mendaki tingkatan-tingkatan dalam tangga potensi manusia, seorang pemimpin
harus memiliki kompetensi. Kompetensi adalah karakter mendasar yang harus
dimiliki seseorang yang menyebabkan dia sanggup menunjukkan kinerja yang efektif atau superior di dalam suatu pekerjaan,
atau karakter mendasar yang memberikan
kontribusi terhadap kinerja menonjol dalam suatu pekerjaan (Spencer dan
Spencer: 1993). Menurut Hitt (1993)
terdapat 25 kompetensi penting yang harus dimiliki seorang pemimpin yang terangkum dalam 5 dimensi, yaitu: reason,
sources of power, knowledge,
core leadership functions, dan character
(lihat Tabel 1.)
Tabel 1. Leadership Competences
Dimensions
of Leadership
|
Leadership Competences
|
|
Reason
|
Li Li Li Li Li
|
Conceptual skills Logical thinking
Creative thinking Holistic thinking Communication
|
Sources
of power
|
Li Li Li
|
Staff
Information
Networks
|
Knowledge
|
Li Li Li Li Li
|
Knowing oneself
Knowing the job
Knowing
the organization Knowing thw business is in Knowing thw world
|
Core
leadership functions
|
Li Li Li Li Li Li
|
Valuing
Visioning
Coaching Empowering
Team building
Promoting quality
|
Character
|
Li Li Li Li Li Li
|
Identity
Independence
Authenticity Responsibility Courage
Integrity
|
Sumber: Hitt, William D. (1993),”The
Model Leader: A Fully Functioning Person”, Leadership & Development Journal, Vol.14, No.7, pp. 4-11.
1)
Reason (Nalar)
Setiap pemikiran manusia dipenuhi oleh konsep dan fakta.
Nalar bisa mengkonsolidasikan fakta dan konsep yang
berlainan menjadi satu kesatuan yang bermakna.
Nalar selalu mempertanyakan, menguji, dan menjawab fakta. Nalar
menghubungkan semua orang dan memungkingkan berhubungan dengan orang lain
dengan berbagai budaya, bahasa, yang mungkin bertentangan. Perwujudan nalar
meliputi: 1) ketrampilan konseptual, yaitu kemampuan untuk melakukan abstraksi
dan generalisasi, 2) pemikiran logis, yaitu kemampuan menerapkan pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah, 3)
pemikiran kreatif, yaitu kemampuan untuk membawa gagasan menjadi kenyataan,
4) pemikiran holistik, yaitu kemampuan mengangkat situasi total, dan 5) komunikasi, yaitu kemampuan berdialog dengan
orang lain, beradu nalar dengan orang lain untuk mencari kebenaran yang
bisa diterima dua pihak.
2)
Sources of
power (sumber kekuasaan)
Saat
ini kekuasaan dianggap sesuatu yang penting dalam kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif harus
memiliki sumber-sumber kekuasaan yang
utama, yaitu: 1) staf, yaitu tim yang terdiri orang-orang yang punya
kesiapan, bersedia bekerja, dan memiliki kemampuan melaksanakan pekerjaan, 2)
informasi, yaitu pengetahuan yang dibutuhkan
untuk melakukan pekerjaan, dan 3) jaringan, yaitu kontak pribadi, dengan
siapa gagasan, informasi maupun sumber daya bisa dibagi.
Handy (1996)
menyebutkan tiga atribut yang perlu dimiliki oleh pemimpin agar ia memperoleh
kekuasaan dari pengikutnya, yaitu: memiliki keyakinan diri yang kuat yang diimbangi dengan
mempertanyakan kembali keyakinan tersebut,
memiliki kegairahan terhadap pekerjaan yang diimbangi dengan kesadaran terhadap
dunia lain, dan mencintai orang yang
diimbangi dengan keberanian untuk berjalan dalam kesendirian. Pemimpin
juga harus mendapat kredibilitas dan kepercayaan
dari para bawahan (Chandra: 1997; Pradiansyah: 1997). Agar memperoleh
kredibilitas, seorang pemimpin harus jujur, melihat jauh ke depan,
memberi inspirasi, dan cakap.
3) Knowledge (pengetahuan)
Pemimpin yang efektif
harus memiliki pengetahuan. Meskipun tidak semua informasi bisa dikuasai, mereka harus bisa
menyaring informasi yang penting. Pemimpin
yang efektif memiliki 5 karakteristik pengetahuan, meliputi: 1) mengetahui diri sendiri
mengetahui kekuatan
dan kelemahan diri sendiri dan secara aktif mencari umpan
balik untuk pertumbuhan, 2)
mengetahui pekerjaan –memahami persyaratan kerja dan
bagaimana pekerjaan memberi kontribusi pada organisasi, 3) mengetahui organisasi –memahami budaya organisasi
dan bagaimana melakukan segala sesuatu
secara efektif dan efisien, 4) mengetahui bisnis yang dimasuki– memahami lingkungan eksternal dengan baik untuk mengetahui kebutuhan klien dan apa yang
bernilai bagi klien, dan 5)
mengetahui dunia –memahami komunitas dunia dan bagaimana komunitas yang
kecil berhubungan dengan yang besar.
4)
Core
leadership function (fungsi kepemimpinan inti)
Pemimpin yang efektif harus mampu mengangkat nilai-nilai
pengikutnya dengan terus mendorong para pengikut
untuk mendaki hirarki sehingga muncul “nilai
baru”. Pemimpin yang efektif melaksanakan 6 fungsi inti, yaitu: 1) menilai –mengetahui nilai-nilai organisasi dan mampu menterjemahkan nilai-nilai tersebut dalam
praktek, 2) membuat –memiliki gambaran mental yang jelas tentang masa
depan yang dikehendaki organisasi, 3) memandu –membantu orang lain mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang
dibutuhkan untuk mencapai visi
tersebut, 4) memberdayakan –membantu orang lain bergerak mencapai misi
tersebut, 5) membangun tim –membangun koalisi dengan
orang yang membangun komitmen pada diri mereka sendiri untuk mencapai visi tersebut, dan 6) mempromosikan
kualitas –mencapai reputasi untuk selalu memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan.
5)
Character (karakter)
Pemimpin yang baik harus memiliki 6 karakteristik
berikut: 1) identitas – mengetahui dia siapa
dan dia bukan siapa, memiliki keutuhan dan integrasi,
2) kemandirian –menjadi orang yang bisa mengarahkan dirinya sendiri, 3) keaslian –menunjukkan jati diri
yang sesungguhnya pada orang lain, mempertahankan kesesuaian antara
nilai diri sendiri dengan nilai yang ada di
luarnya, 4) tanggung jawab terhadap tindakan dan keputusan yang
dilakukan, 5) keberanian untuk terus melangkah meskipun ada hambatan, dan 6) integritas –dipandu oleh sejumlah prinsip-prinsip
moral dan diakui oleh orang lain sebagai orang yang berintegritas.
Di samping harus memiliki kompetensi di atas, pemimpin
yang efektif bagi organisasi masa depan juga harus
memiliki sejumlah ketrampilan khusus. White,
et al. (1997) menyebutkan ketrampilan khusus yang harus dimiliki
meliputi: difficult learning, maximizing energy, resonant simplicity,
multiple focus, dan mastering inner sense.
Difficult learning
Dalam organisasi belajar, pemimpin organisasi harus mampu mendorong seluruh anggota organisasi untuk
mengidentifikasi apa yang belum mereka
ketahui dan segala sesuatu permasalahan yang belum ditemukan cara
pemecahannya.
Maximing energy
Pemimpin organisasi masa depan dengan memaksimalkan daya harus bisa membuat keputusan bisnis yang
berkualitas, memiliki dorongan yang
kuat untuk keluar dari status quo masa kini atau dari suatu pemecahan
yang kompromistis.
Resonant simplicity
Pemimpin organisasi masa depan harus punya ketrampilan berpikir dan berlogika secara sederhana
untuk mendukung kelancaran proses komunikasi.
Multiple focuses
Pemimpin organisasi masa depan harus bisa
menyatukan fokus cara berpikir dan bertindak anggota
organisasi yang berbeda menyangkut rencana strategis dan kegiatan, melalui
metode persuasif dan advocacy.
Mastering inner sense
Dalam kondisi yang diwarnai berbagai
perubahan, keputusan yang harus dibuat
cepat pemimpin organisasi masa depan di samping harus
mampu berlogika dan menggunakan rasio, juga dituntut memiliki kemampuan inner sense (kemampuan ilmu
dalam). Dalam kondisi yang serba gampang berubah dengan cepat, dengan
kemampuan ilmu dalam diharapkan seorang pemimpin dapat membuat keputusan dengan
cepat meskipun dengan resiko harus keluar dari “rel” aturan birokrasi.
KEPEMIMPINAN ORGANISASI MASA DEPAN
Visi dan Kompetensi Kepemimpinan Organisasi Masa Depan
Dengan
landasan penalaran yang tajam, Brill dan Worth (1997) memberikan ramalan bahwa
organisasi masa depan yang akan mampu bersaing
harus memiliki visi yang jelas dan terarah. Visi adalah suatu pernyataan yang berisi arahan yang jelas tentang
apa yang harus diperbuat organisasi
di masa yang akan datang. “A vision is a realistic, credible, attractive
future for your organization” (Nanus: 1992). Visi yang jelas dan
tepat sesuai dengan kebutuhan organisasi akan mampu
menumbuhkan hal-hal berikut: 1)
menumbuhkan komitmen karyawan terhadap pekerjaan dan
mampu memupuk semangat kerja karyawan, 2) menumbuhkan rasa kebermaknaan di dalam kehidupan kerja karyawan, 3)
menumbuhkan standar kerja yang prima,
4) menjembatani keadaan organisasi masa sekarang dan masa depan. Penelitian Collin dan Porras (dalam Pradiansyah:
1997), menunjukkan bahwa organisasi yang memiliki visi dapat melampaui prestasi
organisasi yang tidak memiliki visi sampai 55 kali.
Suatu
survai yang dilaksanakan majalah Fortune terhadap 1500 pimpinan senior perusahaan, mengungkapkan ciri-ciri atau kemampuan paling
dominan yang harus dimiliki pimpinan pada tahun 2000 adalah kemampuan merumuskan visi masa depan (Korn: 1989
dalam Chandra: 1997). Menurut Kotter (1996) visi organisasi merupakan
tanggung jawab pemimpin organisasi. Visi
adalah komponen sentral dari kepemimpinan yang hebat (great
leadership). Dengan visinya seorang pemimpin memberikan jaminan
kepastian/keamanan kepada anak buahnya dalam menyesuaikan diri dengan perubahan karena pengaruh perubahan lingkungan (Pradiansyah:
1997).
Sudah
jelas bahwa pekerjaan yang tidak ringan dan menjadi keharusan bagi seorang
pemimpin untuk dapat merumuskan visi kepemimpinannya (visi organisasi) dengan jelas dan terarah. Untuk dapat merumuskan visi yang jelas, kepemimpinan organisasi
harus mempertanyakan hal-hal berikut (Nanus: 1992): apa visi dan tujuan
organisasi saat ini, apa manfaat organisasi
bagi masyarakat, apa ciri wilayah kerja dan kerangka kerja institusional dimana organisasi beroperasi,
apa keunikan organisasi di dalam
wilayah garapan atau di dalam struktur yang dimasuki, dan hal-hal apa
yang harus dilakukan agar organisasi maju dan berkembang?
Di depan telah disodorkan kompetensi yang
harus dimiliki seorang pemimpin yang terangkum dalam 5 dimensi. Mendasarkan
pada fenomena perubahan yang terus
menerus terjadi, di samping harus memiliki visi yang jelas dan terarah, pemimpin organisasi
masa depan harus memiliki kompetensi
yang menonjol sesuai lingkungan perubahan. Spencer, et al. (1994) mengidentifikasi beberapa kompetensi yang
akan semakin penting bagi pemimpin
organisasi masa depan yang meliputi: 1) kemampuan berpikir strategis, yaitu kemampuan untuk memahami
kecenderungan perubahan lingkungan yang berlangsung cepat, peluang
pasar, ancaman kompetisi, kekuatan dan kelemahan organisasi yang dipimpinnya,
serta mampu mengidentifikasi tanggapan-tanggapan strategis, 2) kepemimpinan
dalam perubahan, yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan visi
strategis organisasi kepada seluruh pihak yang terkait,
menciptakan komitmen dan motivasi, penggerak inovasi
dan semangat kewirausahaan, serta mampu
mengalokasikan sumber daya organisasi secara optimal untuk mengantisipasi perubahan yang akan terjadi,
3) pengelolaan hubungan, yaitu kemampuan untuk membina hubungan di
tengah-tengah jaringan kerja yang kompleks,
baik dengan partner usaha maupun pihak lain yang memiliki pengaruh
terhadap keberlangsungan organisasi.
Karakteristik Pemimpin yang Efektif
Diyakini banyak pihak bahwa organisasi masa depan
menghadapi perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi
kehidupan organisasi. Apapun gaya kepemimpinan yang akan dipilih, dalam kondisi
seperti itu organisasi membutuhkan
kepemimpinan yang efektif sehingga bisa mengantar organisasi mencapai tujuannya. Pada Tabel 2 disajikan berbagai
ide/gagasan dari sejumlah tokoh mengenai kepemimpinan yang efektif.
Tabel 2. Notions of Effective Leadership
Effective leaders are philoshoper-king
Effective leaders are power-wielders, individuals
who employ manipulation, exploitation,
and deviousness to achieve their own ends.
Effective leaders have charisma-that
special spiritual power pr personal quality that gives an individual influence over large numbers of
people.
Effective leaders view management as a
science. Effective leaders view management as a art.
Effective leaders are able to carry out the functions of
management:planning, organizing, directing, and measuring.
Effective leaders
have mastered the art of getting things done througth others. Effective leaders understand the
human side of enterprise.
Effective leaders are able to establish
effective management systems.
Effective leaders choose a leadership
style that reflects a concern for both production
and people.
Effective leaders focus on the three
“Ps”, people, product, and profit-in that order.
Effective leaders
are develop people. Effective leaders are empower others. Effective leaders are
change masters.
Effective leaders have vision and
are able to translate the vision into action.
|
Deming
|
Effective
leaders are able to lift followers into their better selves.
|
|
Effective
leaders help others do quality work.
|
Sumber: Hitt, William D. (1993),”The Model
of Leader: A Fully Functioning Person”, Leadership & Organizaton Development Journal, Vol. 14 No. 7.
Keefektifan kepemimpinan merupakan sesuatu
yang sulit diukur karena sifatnya yang
multidimesional dan kualitatif. Sebagai bahan rujukan, Tannenbaum and Schmidt (1958) dalam Sofiati (1995) menyatakan
bahwa suatu studi telah dilakukan terhadap
161 manajer yang merupakan peserta Program Pendidikan Manajemen pada
Sekolah Bisnis Harvard untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik yang
dibutuhkan untuk menjadi pemimpin yang efektif. Hasil yang diperoleh menunjukkan
karakteristikkarakteristik pemimpin yang efektif meliputi: 1) mengembangkan,
melatih, dan mengayomi bawahan, 2)
berkomunikasi secara efektif dengan bawahan, 3) memberi informasi kepada
bawahan mengenai apa yang diharapkan perusahaan dari mereka, 4) menetapkan
standar hasil kerja yang tinggi, 5) mengenali
bawahan beserta kemampuannya, 6) memberi peranan kepada para bawahan
dalam proses pengambilan keputusan, 7) selalu
memberi informasi kepada bawahan mengenai kondisi perusahaan, 8) waspada terhadap kondisi moral perusahaan dan
selalu berusaha untuk meningkatkannya, 9) bersedia melakukan perubahan
dalam melakukan sesuatu, dan 10) menghargai prestasi bawahan.
Jika melihat karakteristik pemimpin yang
efektif tersebut, sekilas tampak bahwa keefektifan suatu kepemimpinan dapat tercapai jika seorang pemimpin mampu menjalin komunikasi yang baik dengan para
bawahan, karena dipahami bahwa bersama-sama para bawahan seorang pemimpin
bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Permasalahannya, siapa yang pantas memberikan penilaian terhadap keefektifan
kepemimpinan? Seorang pemimpin adalah centre of organization, penilaian
terhadap seorang pemimpin mestinya dilakukan oleh orang-orang yang ada
di sekelilingnya yang selalu berinteraksi
dan menjalankan aktivitas organisasi bersama-sama. Dalam hal ini, para
bawahanlah yang paling mengetahui roda sebuah kepemimpinan.
Tahapan Menuju Kepemimpinan yang Efektif
Kepemimpinan adalah sebuah proses interaksi
yang melibatkan pemimpin sebagai titik sentral dengan para
bawahan/pengikut dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (situasi).
Keefeketifan pemimpin sangat bergantung pada
bagaimana interaksi antara pemimpin dengan bawahan
dan
situasi berlangsung. Menjadi pemimpin yang efektif, tidak bisa terjadi
seketika, namun membutuhkan proses panjang. Menyadari hal itu, banyak organisasi membuat perencanaan suksesi dan
pendidikan-latihan khusus untuk memperoleh figur pemimpin yang memenuhi
kapabilitas sesuai persyaratan di atas.
Untuk menjadi pemimpin yang efektif organisasi masa depan, menurut
Quirke (1995) dalam Mulyadi (1998), 5 tahap berikut harus dilalui, yaitu: awareness (kesadaran), understanding
(pemahaman), support (dukungan), involvement (keterlibatan),
dan commitment (komitmen). Kesadaran akan adanya perubahan berarti
seorang pemimpin memiliki kemampuan untuk
menyadari, memahami, memberi dukungan, melibatkan diri, dan memiliki
komitmen terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi.
PENDEKATAN PENINGKATAN KEEFEKTIFAN
KEPEMIMPINAN
Strategi Peningkatan Keefektifan Kepemimpinan
Di
atas telah diuraikan tentang karakteristik kepemimpinan yang efektif dan kompetensi
yang harus dimiliki oleh pemimpin untuk mencapai keefektifan. Kemudian timbul
pertanyaan, bagaimana seandainya sebuah kepemimpinan
dinilai tidak mencapai keefektifan? Tannenbaum dan Schmidt (1958) dalam Sofiati (1995) menyebutkan
bahwa untuk mengatasi kemungkinan munculnya ketidakefektifan, organisasi
perlu menciptakan leadership substitutes, leadership neutralizers, dan leadership
enhancers. Esensi dari ketiga strategi tersebut adalah penciptaan
karakteristik tertentu pada organisasi yang menyangkut tugas dan
bawahan/karyawan sebagai petunjuk dalam
pelaksanaan tugas. Dengan demikian tugas seorang pemimpin dapat digantikan (leadership substitutes). Penciptaan
karakteristik tertentu yang ditujukan untuk membantu tugas pemimpin
dalam meningkatkan pengaruh kepada bawahan, disebut leadership enhancers. Penciptaan
karakteristik tertentu yang ditujukan untuk menetralisir dan mengurangi
pengaruh atasan terhadap bawahan, disebut leadership nautralizers. Operasionalisasi
upaya peningkatan keefektifan kepemimpinan, organisasi dapat mengadopsi strategi yang disebut “Creative
Strategies for Improving Leadership Effectiveness" (lihat
tabel 3).
Tabel
3. Creative Strategies for Improving
Leadership Effectiveness
Creating Substitutes for Leaders
Directiveness and
Supportiveness |
Creating Enhancers for Leaders
Directiveness and
Supportiveness |
Develop collegial systems of guidance:
|
Increase subordinates perceptions of leader’s influ‑
|
- Peer appraisals to
increase acceptability of feedback by subordinates
- Quality circles to increase workers
control over production quality
- Peer support networks; mentor systems
Improve performance-oriented organization:
- Automatic
organization rewards system (such as commissions
or gainsharing)
- Group management by objectives (MBO)
program
- Company mission statements and codes
of conduct (as at Johnson & Johnson)
Increase administrative staff availability:
- Spesialized training personnel
- Troubleshooters for human relatios problem
- Technical advisors to assist
production operators. Increase professionalism of
subordinates:
- Staffing based on employee professionalism
- Development plans
to increase employees ability and experience
- Encourage active partisipation in
professional associations. Redesign
jobs to increase:
- Performance feedback from the task
- Ideological
importance of the jobs
Start team-building
activities to develop group self management
skills such as:
- Solving work-related problems on their
own
- Resolving interpersonal conflicts among
member - Providing interpersonal support to
members
|
|
ence/expertise:
- Provide visible champion of leader
- Give leader important organizational
responsibilities
- Build leader’s
image through inhouse publications and other means
Build organizational climate:
- Reward small wins to increase
subordinates confidence
- Emphasize ceremony and myth to
encourage cohesiveness and high performance norms
Incresae subordinates dependences on leader: - Create crises requiring immediate action
- Increase leader contrality in
providing information - Eliminate
one-over-one approvals
Increase leader’s position power:
- Change title to increase status
- Increase reward power
- Eliminate resource base
Create cohesive work groups with high
performance normas: - Provide physical setting conductive to
teamwork
- Encourage subordinates participation
in group problem solving - Increase groups status
- Create intergroup
competition
|
Sumber: Sofiati, Evi. (1995),”Mencari Pola Kepemimpinan
yang Efektif”, Usahawan, Januari, hal. 20-25.
Model Diagnosis Perilaku Organisasi
Organisasi adalah suatu kesatuan yang dinamis dan memiliki karakteristik sebagai sistem sosial yang terbuka.
Perilaku organisasi ada pada setiap
tingkat sistem (individu, kelompok, dan organisasi) dan merupakan
proses yang tidak pernah berhenti. Kepemimpinan yang efektif akan terjadi jika
seorang pemimpin mampu mendiagnosa perilaku anggota organisasi dalam sistem sosial yang kompleks. Agar dapat memahami perilaku
organisasi, pemimpin organisasi membutuhkan suatu model diagnosa perilaku
organisasi. Untuk keperluan tersebut, Nadler dan Tushman dalam Kolb, et al.
(1998) menyodorkan sebuah model yang diberi nama “A Congruence Mode! for
Diagnosing Organizationa! Behavior”. Untuk memahami apa dan bagaimana model tersebut, terlebih dahulu kita perlu melihat organisasi sebagai suatu sistem terbuka yang memiliki
komponen input, proses transformasi, dan output. Ada tiga kelompok input
dalam sistem tersebut, yaitu: lingkungan, sumber daya, dan strategi. Proses
tranformasi dapat dipandang sebagai interaksi antara empat komponen utama
sistem organisasi, yang meliputi: tugas
organisasi, individu yang ada dalam sistem organisasi, susunan organisasi, dan organisasi informal. Sedangkan
output
sistem
merupakan hasil interaksi antar komponen input. Output utama dari sistem
organisasi dapat berupa pengaruh individu dan perilaku serta fungsi sistem
dalam pencapaian tujuan maupun adaptasi (lihat gambar 1).
Gambar 1.
A Congruence Model for Diagnosing Organizational Behavior
A Congruence Model for Diagnosing Organizational Behavior
Feedback
Model
diagnosa perilaku organisasi yang dimaksud di sini memfokuskan pada
ketergantungan antar komponen dalam sistem organisasi. Organisasi dibentuk dari
komponen atau bagian yang saling berinteaksi, dalam
kondisi yang relatif seimbang, konsisten, dan saling menyesuaikan diri
dengan komponen lainnya. Model ini bisa menjadi kerangka kerja yang memberi petunjuk dalam mendiagnosa, megevaluasi
tindakan alternatif, dan memberikan umpan balik bagi hasil tindakan
pemimpin. Gambar 2 menyajikan siklus pemecahan masalah dalam sistem organisasi.
Siklus pemecahan masalah meliputi tiga tahapan, meliputi: 1) tahapan diagnosa
(identifikasi sistem, menentukan sifat variabel kunci, diagnosa tingkat kesesuaian dan hubungan dengan perilaku, dan
identifikasi problem kritis sistem
organisasi), 2) tahapan penentuan solusi alternatif dan rencana tindakan (mengembangkan solusi alternatif,
mengevaluasi strategi alternatif, dan
memilih strategi yang akan dimplementasikan), 3) tahapan evaluasi dan
umpan balik.
Gambar 2. Basic
Phases of Using the Diagnostic Model
PENUTUP
Organisasi
masa depan yang mampu bertahan adalah organisasi yang memiliki kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif memiliki 10 karakteristik: 1) mengembangkan, melatih, dan
mengayomi bawahan, 2) berkomunikasi
secara efektif dengan bawahan, 3) memberi informasi kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan perusahaan
dari mereka, 4) menetapkan standar hasil kerja yang tinggi, 5) mengenali
bawahan beserta kemampuannya, 6) memberi peranan kepada para bawahan dalam proses pengambilan keputusan, 7) selalu memberi
informasi kepada bawahan mengenai kondisi perusahaan, 8) waspada terhadap
kondisi moral perusahaan dan selalu
berusaha untuk meningkatkannya, 9) bersedia
melakukan perubahan dalam melakukan sesuatu, dan 10) menghargai prestasi
bawahan.
Oleh
karena menjadi pemimpin yang efektif membutuhkan proses, maka sebuah organisasi
dapat menggunakan strategi berikut untuk meningkatkan
keefektifan, yaitu: leadership substitues, ledaership enhancers,
dan leadership neutralizers. Kepemimpinan yang efektif juga memerlukan model untuk mendiagnosa perilaku
organisasi. Model yang bisa digunakan
adalah “A Congruence Model for Diagnosing Organizational Behavior”. Dengan model tersebut segala permasalahan perilaku organisasi
dapat diketahui dan ditemukan strategi pemecahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bass,
Bernard M. (1985),”Leadership: Good, better, best”. Organizational Dynamics,
Vol.13, pp. 59-80.
Bass, Bernard M. (1990),”From Transactional to Transformational
Leadership: Learning to Share the
Vision”, Organizational Dynamics, Vol.18, pp. 19-31.
Bass, Bernard M. and Avolio, Bruce, J.
(1993),” Transformational Leadership and Organizational Culture”. PAQ, Spring.
Brill, Peter L. and
Worth, Richard. (1997),'The Four Levels of Corporate Change', Amacom: New
York.
Chandra, Aditiawan.
(1996),”Visionary Leadership: Gaya Kepemimpinan untuk
Organisasi Masa Depan”. Usahawan, September, hal. 10-14.
Organisasi Masa Depan”. Usahawan, September, hal. 10-14.
Collin, J.C. and
Porras, J.I. (1996),”Buliding Your Company’s Vision”, Harvard Business Review, Sept-Oct.
Fiedler, Fred E.,
(1964),”The Contingency Model of Leadership Effectiveness”. Advance in Experimental Social Psychology, Vol.3, No.4.
Handy, Charles. (1996),'The New Languange of
Organizing and Its Implications for
Leaders', Dalam Frances Haesselbein, Marshal
Goldsmith, Richard Beckard (Eds). The Leader
of The Future: New Vision, Strategies and Practices for The Next Era.
San Fransisco: JosseyBass Publisher.
Heifetz, R.A. and Laurie, D.L. (1997),”
The Work of Leadership”, Harvard Business Review, Jan-Feb.
Hitt, William D.
(1993),”The Model Leader: A Fully Functioning Person”, Leadership & Development Journal, Vol.14, No.7, pp. 4-11.
House, Robert J.
(1971),”A Path-Goal Theory of Leader Effectiveness”. Administrative Science Quarterly, September, p.321-338.
Kotter, John P.
(1996),' Leading Change', Harvard University Business School. Mulyadi. (1998),'Total
Quality Management', Yogyakarta: Aditya Media (Edisi I).
Nadler, David A. and Tushman, Michael.,'A Congruence
Model for Diagnosing Organizational Behavior', dalam Kolb, David A., et al. (1998) The Organizational Behavior Readers. Sixth Ed., Prentice Hall:
International Edition.
Nanus,
Burt. (1992), “Visionary Leadership”. San Fransisco: Jossey-Bass
Publishers.
Pradiansyah, Arvan.
(1996), “Visionary Leader”. Usahawan, September, hal. 18- 20.
Robbin, Stephen P.
(1996),”Orgaizational Culture and Leadership”. New Jersey: Prentice-Hall.
Seltzer, Joseph. and Bass, Bernard M.
(1990),”Transformational Leadership: Beyond Initiation and Consideration”, Journal
of Management, Vol.16, No.4, pp.
693-703.
Sofiati, Evi. (1995),”Mencari Pola
Kepemimpinan yang Efektif”, Usahawan, Januari, hal. 20-25.
Spencer, Lyle M. and
Spencer, Signe M. (1993),”Competence at Work: Models for Superior Performance”, John
Wiley & son, Inc.
Spencer,
Lyle M., McClelland, David C., Spencer, Signe M. (1994),” Competency Assesment Methods”: History and State of the Art. Hay/McBer
Research Press.
Tanri Abeng.
(1997),”Dari Meja Tanri Abeng: Gagasan, Wawasan, Terapan, dan Renungan”, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
White, Randall P.,
Hodgson, Philip. and Crainer, Stuart. (1996),”The Future of Leadership: A White Water Revolution”, London: Pitman Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar